Pasti kawan-kawan semua sudah tak sabar kan menanti kelanjutan seri tulisanku yang bertemakan Oktober Horor ini (kok ke-PD-an banget ya aku). Tak perlu dijelaskan lagi kenapa dibilang horor, karena jelas-jelas sudah ku ulas pada seri sebelumnya. Ok tanpa berbasa-basi, yuk ikuti keseruan cerita part kedua ini sama-sama.
Kali ini cerita dimulai dari usai penutupan pembekalan tiga hari di Bandung. Seperti pada Gambar 1, aku dan teman-teman bersiap untuk kembali ke daerah masing-masing sebelum tiba saatnya untuk keberangkatan ke tempat tugas di Sabah Malaysia. Ku tak langsung pulang ke Gresik, daerah asal tercinta, tetapi diriku singgah terlebih dahulu ke Kampus UPI Bandung. Saat itu aku bersama rekan pendidik Sabah yaitu Ito (paling kiri di Gambar 1) menuju ke Kampus Bumi Siliwangi.
Saat tiba di Kampus UPI, kami ke tempat kostan A’ Jajang dan Kang Asep yang berlokasi di Kawasan Geger Kalong Girang, tak jauh dari kampus. Selanjutnya kami berempat menuju ke Icon Kampus Upi, yaitu bangunan putih bersejarah yang berdiri kokoh dengan dikelilingi danau nan cantik dan taman yang indah menawan (sebagaimana terpampang di Gambar 2). Pada gambar tesebut, tak tampak Ito (karena memang dia kebetulan fotografernya, hehehe). Diriku terlihat memakai jaket olahraga nuansa hitam dan sedikit polesan warna biru serta logo MU (Manchester United). Jaket yang ku kenakan itu ada kenangan tersendiri, yaitu kenang-kenangan dari saudaraku saat PPG dulu. Tahukah siapa gerangan dia? Penasaran tidak? (Pasti nggak bakalan lha, hheheh). Yap, ku kasih tau deh. Jaket MU, yang jadi jaket favoritku, itu ternyata adalah pemberian dari Mas Zaenal Saepul Arip, pemuda asli Sukabumi, Jawa Barat.
Berikutnya langsung saja menuju detik-detik menuju keberangkatan ke Sabah Malaysia di Jakarta. Yes, Gambar 3 itu adalah usai Gladi Resik Pengukuhan Guru Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Pendidikan Anak-anak Indonesia di Sabah Malaysia dan Mindanao Filipina Tahun 2015. Tampak tiga pemuda yang sama-sama gundul (bukan gundul pacul lho ya, lagu bah itu). Mahendra Septiawan dan Fathul Arifin, dua orang yang berada di samping kanan dan kiriku. Kami berkalungkan sabuk merah istimewa saat itu.
Malam pengukuhan sebelum keberangkatan ke Sabah Malaysia pun dilakukan. Hadir para pejabat Kemdikbud dalam momen spesial itu (Gambar 4). Kami sama-sama mengenakan kemeja putih, dasi, kopiah hitam, sabuk merah, dan logo merah putih. Sungguh semuanya terlihat cakep-cakep dan cukup berwibawa. Dan perjuangan pun dimulai dari sini.
Setiba di Kota Kinabalu, masih ada kegiatan yang mengiringi kami. Ya, kegiatan itu adalah Serah Terima dan Bimtek (Orientasi) Guru Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Pendidikan Anak-anak di Sabah Malaysia Tahap 6 yang diselenggarakan pada tanggal 12-14 November 2015 di Sabah Oriental Hotel Kota Kinabalu, Sabah. Pada Gambar 5, kami dengan kompaknya menunjukkan angka 6 dengan enam jari tangan yang menunjukkan kami seluruhnya adalah Pendidik Sabah Tahap 6. Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Pejabat Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu, Pejabat Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau) turut hadir dalam kegiatan serah terima tersebut. Lalu 14 November 2015 aku dan teman-teman berpermit Humana serta CLC Distrik Lahad Datu bersiap menuju Lahad Datu.
Selanjutnya, 15 November 2015 adalah saatnya menuju tempat tugas yang sesungguhnya, yaitu CLC Genting Tanjung. Saat itu aku dan rekan seperjuangan satu tempat tugas, Riesty Amaylia Safitri, dijemput oleh kakak Tahap 2 dan 5, yaitu Mas Ikhsan dan Mbak Hazlia Muda. Perjalanan dari Bandar Lahad Datu menuju Genting Tanjung adalah sekitar dua jam dengan menggunakan bas. Selama perjalanan, hampir seluruhnya sawit yang ku lihat (Gambar 6). Kanan sawit, kiri pun sawit. Memang Sabah merupakan negeri di Malaysia yang kaya akan pohon sawit.
Dan akhirnya aku pun sampai di Ladang Genting Tanjung. Langsung ku menuju sekolah dan mendokumentasikan diri (macam hobi foto eh, hehehe). Di tempat inilah ku berkreasi dan berkarya bersama anak-anak Indonesia selama dua tahun penuh. Di tempat inilah suka duka ku alami selama menjadi perantau yang jauh dari keluarga di Indonesia. Meski belum menjadi pendidik yang terbaik bagi anak-anak, semoga anak-anak takkan melupakanku (ceileh… sendu eh).
Sampai di sini dulu ya Guys cerita Oktober & Horor kali in. Ada hal yang perlu dikerjakan abis nulis story ini. insya Allah masih akan bersambung di seri berikutnya. Jangan bosan untuk terus menikmati sajian bacaan sederhana ini ya, heheh…
Okay, See You…..